
Pelayanan prima di Rumah Sakit.
B. Prasetio – pengamat business bidang kesehatan anggota Ikkesindo
Pendahuluan.
Industri jasa Pelayanan Kesehatan sering disebut juga sebagai “The Green Industrial”. Hal ini disebabkan karena dalam perjalanannya industri ini tak lekang oleh musim. Pada situasi apapun dan keadaan apapun dapat dipastikaan industri ini akan terus bertumbuh dari waktu ke waktu. Hanya saja variasi pertumbuhannya, ber beda – beda dan sangat tergantung dengan pertumbuhaan ekonomi pada lingkungannya dimana Industri pelayanan jasa kesehatan tersebut berada. Makin tinggi pertumbuhan ekonomi pada suatu daerah atau negara akan menghasilkan tuntutan pelayanan jasa yang semakin tinggi dan berkwalitas.
Dapat disimpulkan disini, semakin baik tingkat kehidupan ekonomi masyarakat maka tuntutan pelayanan jasa kesehatan menjadi semakin tinggi dan juga menjadi semakin berkwalitas. Tuntutan yang tinggi dan berkwalitas ini akan terwujud dalam bentuk tuntutan atas kwalitas pelayanan jasa kesehatan yang lebih baik, lebih akurat dan berbiaya ekonomis. Tentunya faktor keandalan pelayanan jasa kesehatan tersebut harus dapat dipelihara dari waktu ke waktu. Dengan demikian maka pelayanan jasa kesehatan tersebut akan mampu untuk memenuhi need and want para pencari jasa pelayanan kesehatan tersebut dan tentunya akan mampu menghasilkan pelayanan yang competitive.
Dikarenakan pelayanan jasa kesehatan ini menyangkut hajad masyarakat banyak, maka Pemerintah ikut campur dalam pengaturannya. Oleh karena itu, setiap jenis pelayanan jasa kesehatan akan berhadapan dengan banyaknya peratutan dan perizinan yang menyertainya. Lebih-lebih pada era akhir-akhir ini, dimana perjanjiaan-perjanjian baik regionaal maupun international disepakati, maka dapat dipastikan peraturan-peraturan terhadap pelayanan jasa kesehatan akan semakin banyak dan kesemuanya bersifatnya mandatory.
Pada percaturan publik, Pelayanan jasa kesehatan juga disebut sebagai pelayanan jasa sosial. Namun dengan berkembangnya waktu, aspek social sering kurang diperhatikan. Banyak tarif jasa kesehatan dirasa terlalu tinggi. Baik itu tarif jasa pelayanan Rumah Sakit ataupun jasa pelayanan pemeriksaan dokter ahli. Tarif jasa pelayanan dokter ahli ini sangat variant, dari yang murah sampai dengan yang mahal. Di jakarta ada tarif dokter ahli yang mencapai Rp 1,000,000 per kali periksa, namun juga ada yang hanya memungut sekedarnya. Dalam hal ini tidak ada pedoman baku yang bisa dipegang pada tarif pelayanan jasa kesehatan. Sayangnya kontrol social terhadap tarif jasa pelayanan kesehatan ini belum berjalan dengan baik. Dari pihak pemerintah juga belum ada kendali yang memadai. Dengan demikian liberalisasi tarif jasa kesehatan masih perlu didalami dan ditata untuk menjadi lebih baik dan terstandard.
Disisi lain, pertumbuhan technology pengobatan, kedokteran dan medical Engineering terus berkembang. Dari perkembangan ini mau tidak mau biaya pelayanan jasa kesehatan harus disesuaikan secara terus menerus.
Sebuah fasilitas pelayanan jasa kesehatan sebaiknya pandai-pandai memilah terhadap keberadaan perkembangan itu semua. Pemilihan yang tepat akan mampu membuat harga jasa pelayanan kesehatan yang diberikan menjadi kompetitive dan efficient. Pada pelayanan jasa kesehatan di Rumah Sakit, pelayanan jasa kesehatan pada umumnya telah dibagi bagi menjadi :
- Pelayanan Jasa kesehatan Premier.
- Pelayanan jasa kesehatan Sekunder.
- Pelayanan jasa kesehatan Tersier.
- Pelayanan jasa Kesehatan dan sekaligus Pendidikan Kedokteran.
- Pelayanan jasa kesehatan yang bersifat Khusus.
Masing-2 kelompok jasa pelayanan kesehatan tersebut mempunyai specifikasi masing-2 yang tentunya mempunyai batasannya masing-2. Kesemuanya terkait erat dengan keberadaan fasilitas jasa kesehatan sesuai dengan peruntukkanya. Dengan demikian tarif jasa kesehatan akan dapat tertata dengan baik dan benar. Pada saat ini proses penataan tersebut sedang berjalan dan terus diperbaharui dan dikembangkan sejalan dengan tuntutan damand. Oleh karena itu masukkan dari semua stake holder akan sangat bermanfaat.
Salah satu bentuk peraturan yang harus dipertimbangkan untuk para penyelenggara pelayanan jasa kesehatan di Indonesia adalah keberadaan “Indonesia Mass Health Insurance” yang dalam kesehariannya dikenal sebagai Badan Penyelenggara jaminan Sosial Kesehatan (BPJS-Kesehatan). Dikarenakan keberadaan BPJS – Kesehatan ini sudah berbentuk undang undang, maka mau tidak mau penyelenggara pelayanan jasa kesehatan harus bisa menyesuaikannya dan ikut berperan serta secara aktive. Perhitungan pembiayaan atas pelayanan jasa kesehatan harus dilakukan dengan cermat sehingga tidak akan membawa kerugian pada operasionalnya.
Dalam masyarakat yang bertumbuh strata ekonominya, dapat dipastikan akan terjadi pertumbuhan tingkat intelektualitasnya. Pertumbuhan tingkat intelektual masyarakat ini sangat berpengaruh pada tata cara mereka menilai dan memilih suatu produk yang akan dibelinya termasuk dalam pemilihan jasa kesehatan. Seiring dengan perkembangan ilmu dan technology, maka tuntutan pelayanan prima dalam pelayanan jasa kesehatan ini harus dapat diwujudkan dalam bentuk standard pelayanan prima yang terintegrasi dengan pelayanan inti jasa kesehatan yang berkwalitas.
Anatomi pelayanan jasa kesehatan
Dalam pemilihan jasa kesehatan, masyarakat umumnya berada pada posisi “Inocent” karena final output dari pelayanan jasa kesehatan yang dibeli dan diterimanya, sangat tergantung dari pihak intermediari. Pihak intermediari ini yang memberikan informasi “wujud akhir” dari suatu hasil pelayanan jasa kesehatan. Wujud akhir ini sangat tergantung oleh hasil anamnesa, diagnosa dan tindakan therapeutic/ medication yang dilakukan oleh pihak petugas profesional pelayanan
jasa kesehatan intermediary tersebut. (Dokter, laboran, Perawat, Bidan dan lainnya dalam profesi yang sejenis – Healthcare professional services).
Fig – 1.
Dengan demikian maka dalam hal “Service Excellent” ada 3 hal yang dirasakan langsung oleh para pembeli jasa pelayanan kesehatan (pasien) yakni :
- Fasilitas dasar jasa pelayanan jasa kesehatan yang berbentuk building dan assesoriesnya
- Standard service pelayanan Jasa Kesehatan yang terwujudkan yang dalam penyajiannya didukung dengan fasilitas penunjang dalam penyelenggaraan pelayanan jasa kesehatan (Tata atur alur jasa pelayanan, kelengkapan sarana penunjang dalam bentuk peralatan medik dan lainnya dan kelengkapan sarana penunjang termasuk accountabilitynya).
- produk professionalisme dari para operator pada pelayanan jasa kesehatan tersebut yang umumnya dikenal dengan tingkat professionality dari para petugas pada pelayanan jasa kesehatan tersebut.
Lihat Fig. 1.
Sayangnya dalam hal ini, para pembeli pelayanan jasa kesehatan tersebut sebagian besar “tidak mengerti sepenuhnya” (innocent) bagaimana suatu pelayanan jasa kesehatan itu yang “seharusnya” diterimanya. Pada kenyataannya, unsur ketidak tahuannya ini sering membawa kerugian pada pengguna pelayanan jasa kesehatan tersebut tanpa harus bisa berbuat apa apa.
Harga yang disampaikan atas pelayanan jasa kesehatan adalah “Fixed Price” yang tidak lagi dapat di negosiasikan. (Non Bargaining Price). Hal ini disebabkan karena harga atas individual services yang ada, tidak tertampang dalam price list seperti halnya kalau kita ke restourant. Dalam hal harga ini, maka penilaian atas service excellent juga tidak mungkin dapat dilakukan secara optimal oleh para pembeli pelayanan jasa kesehatan tersebut.
Disinilah dilema untuk Service Excellent dalam Pelayanan jasa kesehatan. Harga yang dibayar oleh penerima pelayanan jasa kesehatan adalah harga “packet keseluruhan” yang terdiri dari harga fasilitas sarana prasarana, depresiasi peralatan penunjang dan professionaal healthcare
services serta perhitungan lainnya. Sayangnya dari harga ini tidak semua detail service excellent nya dapat dirasakan dengan baik oleh pelanggan.
Dibeberapa negara, telah ada “Patient association” yang mempunyai tugas monitoring atas pelayanan jasa kesehatan yang diberikan oleh sebuah provider. Pada negara –negara ini sudah mulai terbentuk “Society Control” atas tarif pelayanan jasa kesehatan yang ditetapkan oleh suatu provider dan sekaligus dinilai dan di evaluasi accountability nya.
Komponen Pelayanan Jasa kesehatan di Rumah Sakit atau Fasilitas jasa Kesehatan
Komponen pelayanan jasa Kesehatan di Rumah Sakit terbagi menjadi beberapa bagian yang kesemuanya saling terkait, Secara garis besar, hal tersebut menjadi 2 katagori besar yang dapat diuraikan sbb :
- Fundamental pelayanan jasa kesehatan, yakni fasilitas pelayanan jasa kesehatan yang memenuhi standard Pelayanan Jasa kesehatan yang baik dan umumnya standarisasi ini ditentukan oleh Regulator dari suatu Negara. Fundamental ini dapat diuraikan sbb :
- Lokasi Pelayanan Jasa Kesehatan.
- Fasilitas sarana prasarana pelayanan jasa kesehatan.
- Standard procedure pelayanan jasa kesehatan
- Professional service dalam bidang managerial.
- Professional service dalam bidang biaya pelayanan jasa kesehatan yang dibebankan kepada customer (pasien) atau pihak ke tiga (Asuransi , dll)
- Pelayanan professional dalam penanganan tindakan therapy dan tindakan lainnya yang ditujukan untuk upaya penyembuhan atas penyakit yang diderita oleh pasien.
Pelayanan professional ini adalah merupakan pelayanan terintegrasi yang dilakukan oleh Tenaga medis Professional dan merupakan kombinasi antara Ilmu therapy medis/kedokteran dengan memfaatkan sarana penunjang medis yang ada.
Haruslah dipahami bahwa pelayanan Professional petugas medis ini (Healthcare Professionaal
- HCP) tidak akan membawa kepuasan pasien (pasien sembuh dengan kepuasan optimal) apa bila fundamental pelayanan jasa kesehatan seperti tersebut pada pont II tidak diwujudkan dalam disclosed professioanal standard karena keduanya saling terkait.
Pada dasarnya, setiap pasien yang datang “berobat” ke Rumah Sakit mempunyai harapan utama yang dapat kami kelompokkan sbb :
- Sakit yang dideritanya dapat segera sembuh.
- Berharap mendapatkan penanganan yang segera begitu dia tiba di Healthcare service area.
- Ada kejelasan atas penyakit yang dideritanya mengingat para pasien ini umumnya innocent terhadap penyakit yang dideritanya.
- Mendapatkan kejelasan proses terjadinya penyakit yang dideritanya dan langkah/tahapan terapi yang akan dijalaninya. Mendapatkan informasi lengkap tentang kemungkinan-2 yang dapat terjadi atas penyakit yang dideritanya.
- Mendapatkan “Time Schedule” proses pelayanan terapi yang akan dilaksanakan untuk penyakit yang diderita pasien tersebut. Time shedule ini harus sudah terintegrasi dengan departement lainnya bila itu diperlukan. Oleh karena itu IT program sangat diperlukan.
- Mendapat gambaran apa saja yang harus disiapkan dan dilakukan oleh pasien dalam rangka mereka menjalani proses pengobatan tersebut dari segi pasiennya sendiri dan keluarga yang menyertainya.
- Estimasi biaya yang harus disiapkan oleh pasien dan keluarganya dalam proses pengobatan tersebut. Escalating pembiayaan sangat tidak diharapkan.
- Mendapat pelayanan yang rinci dan detail dengan sikap professional personal HCP yang bersahabat dan “Mengerti” terhadap masalah yang dihadapi masing- masing pasien.
- Kemudahan dalam proses terapi sudah harus dipikirkan lebih dahulu oleh setiap pelayanan. Pasien harus dapat merasakan kemudahan yang disiapkan oleh system pelayanan dari healthcare provider.
- Pada dasarnya, pasien yang datang ke Health Center adalah untuk mendapatkan “Solusi” terhadap permasalahan yang dihadapinya. Oleh karena itu, setiap selesai melayani pasien, maka para HCP melakukan instrospeksi, apakah pelayanan, komunikasi dan tindakan yang dilakukan itu memberikan Solusi terhadap permasalahan yang dihadapi masing-2 dari pasien tersebut. Dengan demikian “Self Lerning process” dalam Penerapan Healthcare Service excellent dapat terus ditingkatkan dari waktu ke waktu.
Dalam kelompok tindakan ini, updating medical Knowledge & Skill dari para HCP harus terus menerus di lakukan. Demikian juga pengetahuan terhadap medical engineering yang mengiringi perkembangan medical knowledge tersebut. Oleh karena itu Continuing medical knowledge and Its management adalah fundamental dalam pertumbuhan industry pelayanan jasa kesehatan.
- Lokasi Pelayanan Jasa Kesehatan.
Pemilihan lokasi pelayanan jasa kesehatan sebenarnya sangat mendasar. Lokasi pelayanan jasa kesehatan harus mampu bertahan dalam posisi penggunaannya minimal untuk 20 tahun kedepan. Dalam hal ini, diperlukan Permanent space untuk mengakomodasi tumbuh dan berkembangnya pelayanan jasa kesehatan tersebut.
Lokasi pelayanan jasa kesehatan ini merupakan ketetapan dari management fasilitas jasa kesehatan tersebut. Sebagai contoh, sebuah pelayanan jasa kesehatan seharusnya dipikirkan mempunyai akses jalan masuk ke lokasi tersebut yang mampu mengakomodasi “Emergency Situation”. Tentunya ini akan terwujud pada akses jalan masuk ke lokasi yang mudah dijangkau dan tidak terkendala adanya hambatan yang berarti antara lain Lokasi Pasar, sekolah dll. Pada radius 5 km dari lokasi, sebaiknya akses jalan dapat ditempuh kurang dari 10 menit. Ini disebabkan karena pada beberapa pasien emergency, Golden period of life saving harus benar benar diperhatikan. (the life of neuronal brain cel hanya 8 menit bila tidak dapat supply oxigen yang memadai)
Keberadaan kemudahan akses jalan tersebut sebaiknya sudah terintegrasi dengan tata kota setempat sehingga keadaan tersebut dapat dipertahankan dalam waktu yang semaksimal mungkin selama fasilitas jasa pelayanan kesehatan tersebut berkinerja. Dengan demikian Tempat Pelayanan Jasa Kesehatan tersebut menjadi rujukan masyarakaat untuk mencari kesembuhan.
Hal lainnya adalah lokasi pelayanan Jasa kesehatan ini, tidak berada pada “Area yang terpolusi”. Artinya lokasi tidak berada pada daerah industri yang udaranya terpolusi dengan dampak adanya industri tersebut. Tingkat kemurnian udara ini haruslah dipelihara secara terus menerus oleh management dan tata kota dan selalu dikomunikasikan kepada masyarakat.
Pengendalian sirkulasi udara untuk suatu fasilitas pelayanan jasa kesehatan sifatmanya mandatory. Pengendalian sirkulasi udara diluar maupun didalam gedung fasilitas jasa pelayanan kesehatan dimaksudkan untuk memberikan keamanan dan keselamatan pada para paasien yang datang kelokasi tersebut termasuk kerabat dan keluarga yang menyertai atau pengantar pasien. Pengendalian sirkulasi udara diluar gedung dimaksudkan supaya area pelayanan jasakesehatan terbebas dari toxic dan volatile Organic Compund (VOC) polutant yang memungkinkan dapat memperburuk kesehatan para pasien.
Adapun pengendalian sirkulasi didalam ruangan gedung pelayanan jasa kesehatan dimaksudkan untuk terhindarnya pasien dari bacterial invation dan VOC yang mungkin saja berupa partikle jamur dan organ-organ partikle lainnya yang bersifat toxic dan membahayakan kesehatan. Oleh karena ketentuan-ketentuan untuk keberadaan ruang dengan Positive pressure dan negative pressure dalam suatu pelayanan jasa kesehatan sifatnya mandatory. Kelanjutan pemeliharaan positive pressure ini harus dilakukan 1×24 jam dan 7 hari seminggu.
Penanaman tumbuhan penghasil Oxigen disekitar Lokasi unit pelayanan jasa kesehatan
menjadi mandatory. Neutralitas bau juga penting, oleh karena itu pengendalian tingkat
purifikasi udara sekitar lokasi unit pelayanan jasa kesehatan maupun sirkulasi udara didalam gedung unit pelayanan kesehatan tersebut perlu dikendalikan. Pada dasarnya, management sirkulasi udara pada suatu unit pelayanan jasa kesehatan baik itu diluar maupun di dalam gedung termasuk pengaturan-pengaturan positive dan negative pressure serta yang sifatnya intermiten sirculation menjadi standard suatu pelayanan jasa kesehatan yang baik dan benar.
Sirkulasi udara didalam gedung pelayanan tidak hanya cukup dikontrol tingkat kedinginannya (Air Condioned control) tetapi juga tingkat keamanannya dan purifikasinya. Tingkat polusi particle yang berbahaya sebaiknya dikendalikan dan juga populasi bacterinya perlu diadakan monitoring secara terus menerus. Bila perlu hasil monitoringnya dapat dipaparkan pada area strategies sehingga secara outomatis sebagai public information yang terbuka untuk umum. Dengan demikian kelayakan suatu fasilitas pelayanan jasa kesehatan menjadi transparant dan accountable.
Secara umum dapat dipastikan para penderita yang sakit ini mempunyai daya tahan yang lemah sehingga akan mudah tertular dengan penyakit lain yang kuman-kumannya tersebar pada sirkulasi udara di dalam dan disekitar fasilitas tersebut.
Diluar itu, para petugas pelayan jasa kesehatan, pada setiap harinya akan terpapar dengan udara tersebut. Alangkah sayangnya kalau para petugas tersebut jatuh sakit akibat kontaminasi udara dan bacteri atau VOC atau zat lainnya yang berbahaya buat kesehatannya.
Saat ini, khususnya di Indonesia, keberadaan fasilitas General Incenerator dalam area Rumah Sakit masih diperdebatkan. Dibeberapa negara maju, keberadaan general incenerator sudah harus diluar areal Rumah Sakit dan menjadi tanggung jawab sepenuhnya dari dewan tata kota untuk mengaturnya. Diketahui Incenerator adalah penghasil polusi udara yang bisa sangat membahayakan. Padahal, persyaratan fasilitas jasa kesehatan harus terbebas dari polusi udara yang berbahaya tersebut. Technology baru mamapu membuat incenerator yang tanpa polusi. (Plasma System Incenerator). Karena technology ini masih baru, maka harganya pun relative mahal. Untuk incenerator jenis ini , mungkin masih bisa di rekomendasikan untuk ditempatkan di area fasilitas jasa kesehatan.
Demikian juga dengan gangguan suara. Tingkat gangguan suara pada suatu area atau tempat pelayanan jasa Kesehatan haruslah seminimal mungkin dan keadaan ini harus mampu dipertahankan selama mungkin dimana pelayanan jasa kesehatan tersebut masih berfungsi. Pengendalian tingkat kebisingan ini juga harus secara terus menerus dikomunikasikan kepada masyarakat sehingga masyarakat tahu bahwa fasilitaas jasa pelayanan kesehatan tersebut “menyediakan fasilitas yang baik dan sesuai dengan persyaratannya”. Sebagai contoh batas keberterimaan kebisingan suara untuk orang dewasa yang dirawat di ICU adalah 50
– 55 dBA pada siang hari dan pada malam hari 40 – 45 dBA. Apa bila tingkat kebisingan ini berada diluar “Accomodated level” tersebut dan hl ini berlangsung berkelanjutan maka akan muncul gangguan dalam bentuk gangguan tidur dari ringan sampai berat. Kesemuanya
ini akan membawa efek negative pada proses penyembuhan dan mengganggu gradasi kejiwaan seseorang (detrimental health effect). Dapat dibayangkan kalau pasiennya adalah neonatus (bayi baru lahir). Pengendalian gangguan suara akan sangat diperlukan. Adalah sangat tidak baik apa bila jarak bangunan fasilitas jasa kesehatan dengan jalan raya, airport dan tempat tempat yang tingkat kebisingan tinggi dapat dihindarkan dan diperhatikan sejak fasilitas jasa kesehatan tersebut dibangun.
Demikian juga terhadap kwalitas air yang mengalir difasilitas jasa kesehatan tersebut. Secara berkala kwalitas air dikomunikasikan kepada public bahwa air yang mengalir di fasilitas jasa kesehatan ini telah diperiksa dan terkendali baik dalam tingkat kesehatannya dan juga kecukupannya. Kalau standard PAM yang dipakai, maka sebaiknya ada informasi ke publik bahwa airnya di lokasi ini adalah standard PAM dan dilakukan dysplay hasil lab analysisnya. Diminta atau tidak diminta, ini adalah hak pengguna jasa kesehatan yang harus dipenuhi sebagai bagian dari “accountable service excellent”
Fasilitas lainnya adalah kecukupan Listrik yang digunakan di Fasilitas jasa kesehatan ini. Salah satu tuntutan untuk terselenggaranya pelayanan jasa kesehatan yang baik adalah adanya kecukupan tenaga listrik. Dipahami, fasilitas jasa kesehatan yang baik haruslah mempunyai daya listrik yang terkendali dengan baik. Tidak sering mati dan semua fasilitas kebutuhan listrik atas peralatan yang ada terpenuhi.
Management pengelolaan area sekitar fasilitas jasa kesehatan.
Tata kelola area sekitar bangunan unit fasilitas pelayanan jasa kesehatan sebaiknya dikelola sedemikian rupa sehingga menghasilkan pemandangan yang teduh dan alami. Pemandangan yang teduh dan alami ini akan menghasilkan perasaan yang menyenangkan kepada setiap orang yang memandangnya, baik itu para pasien yang rawat tinggal atau yang berkunjung sepintas (rawat jalan). Fresh harmony scinery ini menghasilkan nature healing effect kepada setiap orang yang melihatnya. Oleh karena itu Kementerian kesehatan RI memberikan arahan supaya ratio 60% bangunan dan 40 % gardening diwujudkan dalam setiap unit area pelayanan jasa kesehatan yang ada di wilayah NKRI.
Dibeberapa negara, didalam tata kelola tanaman yang ada di dalam wilayah fasilitas jasa kesehatan telah dikelola sedemikian rupa sehingga berfungsi sebagai tanaman perangsang kesembuhan. Ini bagian dari Green hospital yang sama sama dicanangkan dan didambakan oleh masyarakat madani diseluruh dunia.
Fasilitas pengelolaan limbah menjadi utama dalam suatu pelayanan jasa kesehatan. Diketahui limbah fasilitas pelayanan jasa kesehatan (Rumah sakit dan fasilitas pelayanan jasa kesehatan lainnya) yang berbahaya adalah yang tergolong pada kelompok B-3. Limbah ini bisa berupa limbah cair dan limbah padat dimana pengelolaaannya harus paripurna, terstandarisir dan terkandali setiap waktu.
Demikian juga pengelolaan air hujan. Air hujan adalah berkat alami yang diberikan Tuhan kepada manusia. Oleh karena itu alangkah indahnya kalau bangunan fasilitas jasa kesehatan
juga menjadi area resapan air hujan dan wadah pengelolaannya, dengan demikian fasilitas jasa kesehatan juga akan menjadi percontohan untuk pengelolaan air hujan. Dimasa mendatang fasilas publik akan menjadi fasilitas pengelolaan Water Recycle demi untuk penghematan sumber daya alam. Air Hujan salah satu sumber alam yang harus dikelola.
- Fasilitas sarana prasarana pelayanan jasa kesehatan.
Yang dimaksud dengan fasilitas sarana prasarana pelayanan jasa kesehatan adalah gedung pelayanan jasa kesehatan yang dilengkapi dengan isinya yang berupa furniture yang diperuntukkan sesuai dengan maksud dan tujuan sarana prasarana itu dibuat. Penataan area pelayanan sebaiknya ditata untuk kemudahan para pencari kesembuhan itu.
Rambu-rambu penunjuk sebaiknya ditempatkan di tempat – tempat strategies yang mudah dilihat. Apa bila fasilitas jasa kesehatan ini berupa sebuah poliklinik, maka Pemilihan lokasinya dibuat sedemikiaan rupa sehingga mudah diakses oleh masyarakat. Demikian juga area emergency. Furniture pada fasilitas pelayanan jasa kesehatan sebaiknya dipersiapkan dengan baik. Aspek ergonomis dan kemudahan dalam pembersiahannya sebaiknya diperhatikan sejak dari awalnya.
Mengingat saat ini pertumbuhan masyarakat yang tergolong pada “Warga berusia Lanjut” yang jumlahnya semakin hari semakin banyak, maka sangat manusiawi kalau suatu pelayanan jasa kesehatan, menyediakan pelayanan khusus untuk Warga berusia lanjut ini. Diperkirakan pada saat ini jumlah Wulan ini seluruh Indonesia telah mencapai lebih dari 8 juta orang dan diperkirakan pada Tahun 2020 akan menjadi 12 juta orang.
Demikian juga halnya penataan parkir kendaraan pengunjung atau petugas. Area parkir sebaiknya berjarak minimal 20 mtr dari gedung perawatan dan bersirkulasi terbuka. Dengan demikian polusi gas carbon yang dihasilkan dari pembakaran mobil tidak masuk pada area perawatan. Fasilitas sebaiknya ditata sedemikian rupa dengan rasio 1 tempat tidur disediakan 2 tempat parkir kendaraan.
Disamping itu dari segi medis, penataan fasilitas penunjang diletakkan dekat dengan fasilitas utama tindakan pengobatan. Demikian juga fasilitas perawatan ditata sedemikian rupa sehingga terjadi penataan yang harmonis dan saling menunjang.
Dalam penataan tersebut, haruslah diingat bahwa pasien dan keluarganya adalah masyarakat yang harus ditolong secepat mungkin. Pelayanan yang pasti dan cepat akan sangat membantu untuk menurunkan tingkat stress pasien dalam upaya penyembuhannya.
Fasilitas penunjang yang dalam bentuk peralatan medik dan laboratorium harus dipastikan pemeliharaannya terschedule dengan baik sesuai dengan peraturan pemeliharaan atas masing masing alat medis tersebut. Demikian juga kalibrasinya harus terlaksana sesuai jadwal yang telah ditetapkan. Penggunaan peralatan medis ditetapkan dengan SOP yang baik dan benar sesuai peruntukannya.
Juga fasilitas penunjang seperti fasilitas pelayanan Pharmasi, pelayanan linen, pelayanan
Sterilization unit dan lainnya. Semua harus dikelola dengan baik dan benar sesuai dengan
Standard Management Mutu yang telah ditetapkan.
Standard procedure pelayanan jasa kesehatan
Suatu pelayanan jasa kesehatan yang berorientasi kepada Service Excellent seharusnya mempunyai standard minimal service atas total pelayanan yang disediakan. Pelayanan tersebut akan menjadi valuable grade seperti yang ditetapkan oleh kementerian kesehatan. Selanjutnya standard minimal ini dijadikan core product yang dikembangkan sesuai kebutuhan untuk pemenuhan dimensi kwalitas yang dijadikan bagian dari rencana pertumbuhannya. Dalam hal ini parameter dimensi kwalitas “Garvin” dapat dijadikan acuannya. Aspek estetika akan menjadi pertimbangan untuk pengembangannya karena estetika ini sangat inherent dengan kulture daerah dimana pelayanan jasa kesehatan itu diselenggarakan.
Suatu jasa pelayanan kesehatan yang baik tidak hanya tersaji melalui keberadaan fasilitas dari pelayanan jasa tersebut, tetapi juga sangat tergantung pada “Sustainability Services” yang mampu disajikan secara konsistent dari waktu ke waktu. Suatu jasa pelayanan yang berorientasi kepada service excellent seharusnya juga memikirkan suatu bentuk-bentuk pelayanan yang dikembangkan dari sarana prasarana ini yang bersifat innovative dan creative. Originalitas dari creative dan inovative yang dintegrasikan dengan fasilitas sarana prasarana pelayanan akan menjadikan bagian yang bersifat “Uniqness” dari pelayanan tersebut. Dengan demikian bentuk pelayanan yang uniqness ini akan menjadikan bagian dari “Brand Carracteristic” dari service excellent yang disediakan oleh penyedia layanan jasa kesehatan tersebut.
Pemanfaatan fasilitas teknology informasi sangat disarankan karena pemafaatan ini akan membawa added value dari pelayanan Service excellent seperti yang direncanakan.
- Professional service dalam bidang managerial.
Professional service dalam bidang managerial akan terwujud pada integrasi fasilitas dan professionalitas dalam pelayanan jasa kesehatan yang disajikan. Down time, dari fasilitas yang ada hendaknya diusahakan seminimal mungkin maka dengan demikian akan terjadi Trust dan integrity services yang dipercaya dan dapat diandalkan oleh masyarakat.
Untuk menghindari adanya “Down time Services” ini maka penerapan professional managerial operasional suatu jasa pelayanan menjadi sangat mendasar. Proses Plan – Do Check – Action (PDCA) menjadi mandatory. Dalam hal ini sangat diperlukan personal-2 yang memahami operasional organisasi dan komitment dalam menjalankannya dalam kegiatan sehari harinya. Para managerial unit sebaiknya menerapkan metoda “kaizen” dalam proses pelaksanaan kerjanya. Reward and punishmen mengalasi proses penerapan Kaizen ini . Goal yang dituju adalah terwujudnya “Happiness Service Passion” pada setiaporang yang terlibat. Dalam hal ini sangat diperlukan Visionary leadership Character yang berlandasan Service excellent .
Standard management yang mengacu pada ISO 9001-2015 bisa diterapkan sebagai bagian dari kendali mutu management operaasional suatu pelayanan jasa kesehatan disamping penerapan standard JCI yang berlaku (Indonesia KARS).
Pemberdayaan keberadaan modernisasi peralatan medis yang mampu membawa tingkat support upaya curative dan diagnosa yang lebih baik sangat diharapkan dari waktu ke waktu. Perhitungan Life Cycle Analysis (LCA), Life Cycle COST (LCC) haruslah selalu dipertimbangkan baik baik oleh para management Unit Pelayanan Kesehatan tersebut. Dengan modernisasi peralatan kesehatan ini diharapkan tidak menaikkan Unit Cost Pelayanan jasa kesehatan yang diberikan. Beberapa negara telah berhasil menerapkan suatu methodology tindakan curative dengan baik sehingga mampu menurunkan biaya jasa pelayanan kesehatan ini menjadi 1/3 dari biaya yang saat ini. (Narayana Hospital – Dr. Devi Shety). Hal – hal yang merupakan Innovation dan Creativity dalam pelayanan jasa kesehatan yang seperti ini sangat diperlukan untuk diterapkan di Indonesia sehingga secara bertahap biaya pelayanan jasa kesehatan dapat diturunkan tanpa menurunkan tingkat derajat Kesembuhan dan keamanan pasien.
- Profesional service dalam bidang pelayanan Medis.
Suatu pelayanan jasa kesehatan tidak cukup dilayanai dengan fasilitas jasa pelayanan dan prasarananya yang baik, terstandard dan terpelihara saja. Profesionalisme operator tenaga kesehatan yang mengoperasikan unit pelayanan jasa kesehatan tersebut juga menjadi bagian yang tak terpisaahkan dari service excellent suatu jasa pelayanan kesehatan. Dimulai dari tenaga perawat, laboran, operator alat kesehatan, para dokter dan tenaga-tenaga lainnya, masing masing bidang harus mampu menunjukkan tingkat valuable dan accountable pada level professionalisme – nya masing -masing.
Penerapan Key Performance Indikator (KPI) yang baik, objective dan transparant akan menjadi bagian penting dalam tata kelola profesionalitas sumber daya manusia dalam bidang pelayanan jasa kesehatan. Periodic assestment dalam 360 rounded human performance assestment bisa membantu tercapainya professionalisme dalam kinerja.
Tingkat professionalisme ini bila diintegrasikan dengan ketersediaan sarana prasarana yang ada akan menghasilkan suatu pelayanan yang baik valuable dan accountable. Pengintegrasian ini sangat memerlukan koordinasi operasional yang baik dan diperlukan suatu “re-hearshell” secara periodik yang konsistent sehingga tidak terjadi penurunan kwalitas pelayanan jasa kesehatan dari waktu ke waktu. Disini diperlukan suatu accountable leadership yang memadai.
Pembangunan Corporate culture yang mengarah pada penerapan Good Corporate Governance manjadi mandatory kalau sustainabilitas manjadi target acuannya. Collective leadership yang disertai dengan visionary foundation akan membantu tercapainya excellent service dalam bidang pelayanan medis suatu provider pelayanan jasa kesehatan.
- Biaya pelayanan jasa kesehatan yang dibebankan kepada pelanggan (pasien).
Biaya yang harus dibayar oleh pengguna jasa kesehatan adalah bagian yang tak terpisahkan dari total pelayanan prima yang diberikan oleh suatu badan usaha tidak terkecuali pada badan usaha penyelenggara pelayanan jasa kesehatan. Biaya yang harus dibayar oleh pengguna jasa akan tidak memberatkan apa bila pengguna jasa mengerti benar apa yang dia akan bayar dan untuk apa dia membayarnya. Oleh karena itu, transparancy pelayanan jasa kesehatan akan menjadi bagian yang fundamental dalam membangun pelayanan prima dalam pelayanan jasa kesehatan ini .
Dalam pelayanan jasa kesehatan, karena pencari jasa kesehatan umumnya berada dalam tingkatan “inocent” atas pelayanan yang diberikan, maka perlu dilakukan edukasi kepada masyarakat pengguna jasa kesehatan atas setiap tujuan suatu pelayanan jasa kesehatan atau tindakan yang dibelinya. Dalam hal ini, “Info Concent” sifatnya mandatory untuk diberikan kepada setiap para mengguna pelayanan jasa kesehatan tersebut. Oleh karena itu, kecukupan waktu hendaknya disediakan kepada pasien pada saat mereka melakukan wawancara atau dalam istilah medis disebut Anamnesa sebelum suatu tindakan diagnosa dan terapi dilaksanakan . Komunikasi yang timbal balik sangat perlu disajikan dan sebaiknya selalu dimonitor atas kecukupan informasinya oleh dewan pengendali qualitas therapy dan services yang dibentuk oleh management unit pelayanan jasa tersebut. Kesemuanya ini seharusnya terangkum dalam “Total Services” yang biayanya akan dibebankan kepada pasien atau keluarganya. Apa bila pelayanan yang seperti ini dapat diwujudkan, maka akan terbangun “Mutual Trust” yang membawa ke pada kepuasan dalam pelayanan prima.
- Procedure tindakan lanjutan apa bila customer harus mendapatkan pelayanan jasa kesehatan yang bersifat super specialistik atau rujukan.
Tidak semua penyedia pelayanan jasa kesehatan mampu memberikan service pelayanan jasa kesehatan yang paripurna. Dikarenakan tingkat fasilitas dan perizinannya maka ada beberapa jenis pelayanan yang harus dirujuk ke fasilitas jasa pelayanan kesehatan lainnya (yang lebih tinggi tingkatannya). Dalam proses perujukan ini, alangkah indahnya kalau proses tersebut terintegrasi dalam bantuk ikatan supply chain management dengan fasilitas lainnya tersebut. Dengan demikian kemudahan dan integrasinya akan dapat berjalan dengan baik dan cepat. Hal ini akan memudahkan para pasien tersebut untuk melanjutkan upayanya dalam mencari kesembuhan.
Pada era digital seperti saat ini, SCM dalam bidang pelayanan jasa kesehatan seperti ini sangat dimungkinkan untuk dilaksanakan. Jaringan Internet sangat memungkinkan untuk terciptanya Integrity health services system dalam organisasi pelayanan jasa kesehatan.
Dalam era sekarang, maka keberadaan IT system sifatnya sudah mandatory. Apa bila health supply chain management ini dapat terwujud, maka akan banyak lagi jumlah pasien yang dapat menerima suatu pelayanan jasa kesehatan yang baik, ekonomis dan accountable dimanapun pasien itu berada.
Ringkasan
Pelayanan prima (service excellent) dalam suatu pelayanan jasa kesehatan bukan suatu Goal dari suatu kegiatan operasional provider pelayanan jasa kesehatan. Pelayanan Prima adalah “Travelling Proses” suatu upaya total yang dilakukan oleh suatu badan usaha atau provider pelayanan jasa kesehatan. Goalnya adalah Customer Satisfaction. Karena hanya dengan dicapainya Customer Satisfaction yang baik yang akan mampu memberikan “Assurance” untuk kehidupan badan provider tersebut.
Pencapaian yang baik dalam pelayanan prima pada suatu pelayanan jasa kesehatan haruslah dipertahankan pada “Satisfaction level” tertentu yang adalah juga merupakan Balancing budget yang disediakan untuk pembangunan service excellent tersebut. Balancing budget harus mampu menghasilkan “Operational Profit” yang memadai apapun jenis pelayanan prima yang diberikan dan dalam industri apapun. Kendali financial harus terus menerus diupayakan, penerapan Activities based Costing dan pengendalian melalui Balance Score Card yang dikaitkan dengan pembangunan KPI diharapkan mampu menjembatani masalah profitable operational ini.
Dinamika dalam pembangunan service excellent dalam pelayanan jasa kesehatan menjadi suatu ilmu pembelajaran tersendiri. Oleh karena itu updating semua aspect yang terkait menjadi sangat penting dan berkelanjutan demi untuk kelangsungan hidup provider pelayanan jasa kesehatan.
Akhir kata, untuk dapat terbangunan pelayanan jasa kesehatan yang juga merupakan “Excellent Health Care Services” pada suatu unit pelayanan jasa kesehatan haruslah didasari dengan “Good Code Of Conduct” pada setiap unit pelayanannya dan pada setiap person yang melakukan penyaji pelayanan jasa kesehatan tersebut. Tanpa adanya Code of Conduct tersebut maka tidak menutupi bahwa pelayanan jasa kesehatan ini akan mengarah kedalam hal-hal yang tidak humanities lagi. Oleh karena itu, keberadaan dewan pengawas pelayanan jasa kesehatan untuk pelayanan jasa kesehatan ini harus terus menerus berkarya dalam membangun Total Service excellent yang humanis.
Jakarta 2 Desember 2015